PERKEMBANGAN
SEJARAH KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA
BAB I
KERAJAAN SAMUDERA PASAI
A.
Awal Perkembangan Kerajaan Samudera
Pasai
Kerajaan
Samudera Pasai terletak di pantai utara Aceh, pada muara Sungai Pasangan
(Pasai). Pada muara sungai itu terletak dua kota, yaitu samudera (agak
jauh dari laut) dan Pasai (kota pesisir). Kedua kota yang masyarakatnya
sudah masuk Islam tersebut disatukan oleh Marah Sile yang masuk Islam
berkat pertemuannya dengan Syekh Ismail, seorang utusan Syarif Mekah.
Merah Selu kemudian dinobatkan menjadi sultan (raja) dengan gelar Sultan
Malik al Saleh.
Setelah
resmi menjadi kerajaan Islam, Samudera Pasai berkembang pesat menjadi pusat
perdagangan dan pusat studi Islam yang ramai. Pedagang dari India, Benggala,
Gujarat, Arab, Cina serta daerah di sekitarnya banyak berdatangan di Samudera
Pasai.
Samudera
Pasai setelah pertahanannya kuat segera meluaskan kekuasaan ke daerah pedalaman
meliputi Tamiang, Balek Bimba, Samerlangga, Beruana, Simpag, Buloh Telang,
Benua, Samudera, Perlak, Hambu Aer, Rama Candhi, Tukas, Pekan, dan Pasai.
B.
Aspek Kehidupan Politik
Ada beberapa raja yang pernah
memerintah Samudera Pasai, antara lain:
1)
Sultan Malik al Saleh ( 1290 - 1297)
2) Muhammad Malik az Zahir ( 1297 –
1326 )
3) Mahmud Malik az Zahir ( 1326 – 1345)
4) Mansur Malik az Zahir ( …. – 1346 )
5) Ahmad Malik az Zahir ( 1346 – 1383 )
6) Zain al Abidin Malik az Zahir ( 1383
– 1405 )
7) Nahrasiyah ( 1405 – 1412 )
8) Sallah ad Din ( 1412 - … )
9) Abu Zaid Malik az Zahir ( … - 1455 )
10) Mahmud Malik az Zahir ( 1455 – 1477
)
11) Zain al Abidin ( 1477 – 1500 )
12) Abdullah Malik az Zahir ( 1501 –
1513 )
13) Zain al Abidin ( 1513 – 1524 )
Kehidupan
politik yang terjadi di Kerajaan Samudera Pasai dapat dilihat pada masa
pemerintahan raja-raja berikut ini:
1. Sultan Malik al Saleh
Sultan
Malik al Saleh merupakan raja pertama di Kerajaan Samudera Pasai. Dalam
menjalankan pemerintahannya, Beliau berhasil menyatukan dua kota besar di
Kerajaan Samudera Pasai, yakni kota Samudera dan kota Pasai
dan menjadikan masyarakatnya sebagai umat Islam.
Setelah beliau mangkat pada tahun 1297, jabatan beliau diteruskan oleh
putranya, Sultan Malik al Thahir. Lalu takhta kerajaan dilanjutkan lagi oleh
kedua cucunya yang bernama Malik al Mahmud dan Malik al Mansur.
2. Malik al Mahmud dan Malik al Mansur.
Dalam
menjalankan pemerintahannya, Malik al Mahmud dan Malik al Mansur pernah
memindahkan ibu kota kerajaan ke Lhok Seumawe dengan dibantu oleh kedua perdana
menterinya.
3. Sultan Ahmad Perumadal Perumal
Pada
masa pemerintahan Sultan Ahmad Perumadal Perumal inilah, Kerajaan Samudera
Pasai pertama kalinya menjalin hubungan dengan Kerajaan / Kesultanan lain,
yakni Kesultanan Delhi (India).
C.
Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Kehidupan
ekonomi dan sosial masyarakat Samudera Pasai dititikberatkan pada kegiatan
perdagangan, pelayaran dan penyebaran agama. Hal ini dikarenakan, banyaknya
pedagang asing yang sering singgah bahkan menetap di daerah Samudera Pasai,
yakni Pelabuhan Malaka. Mereka yang datang dari berbagai negara seperti Persia,
Arab, dan Gujarat kemudian bergaul dengan penduduk setempat dan menyebarkan
agama serta kebudayaannya masing-masing. Dengan demikian, kehidupan sosial dan
ekonomi masyarakat Samudera Pasai bertambah maju, begitupun di bidang
perdagangan, pelayaran dan keagamannya.
Keberadaan
agama Islam di Samdera Pasai sangat dipengaruhi oleh perkembangan di Timur
Tengah. Hal itu terbukti pada saat perubahan aliran Syi’ah
menjadi Syafi’i di Samudera Pasai.
Perubahan aliran tersebut ternyata mengikuti perubahan di Mesir. Pada saat itu,
di Mesir sedang terjadi pergantian kekuasaan dari Dinasti Fatimah yang
beraliran Syi’ah kepada Dinasti
Mameluk yang beraliran Syafi’i.
Aliran
Syafi’i dalam perkembangannya di
samudera Pasai menyesuaikan dengan adat istiadat setempat. Oleh karena itu
kehidupan sosial masyarakatnya merupakan campuran Islam dengan adat istiadat
setempat.
D.
Kemunduran Kerajaan Samudera Pasai
Pada
waktu Samudera Pasai berkembang, Majapahit juga sedang mengembangkan politik
ekspansi. Majapahit setelah meyakini adanya hubungan antara Samudera Pasai dan
Delhi yang membahayakan kedudukannya, maka
pada
tahun 1350 M segera menyerang Samudera Pasai. Akibatnya, Samudera Pasai
mengalami kemunduran. Pusat perdagangan Samudera Pasai pindah ke pulau Bintan
dan Aceh Utara (Banda Aceh). Samudera Pasai runtuh ditaklukkan Aceh
BAB II
KERAJAAN ACEH
A.
Awal Perkembangan Kerajaan Aceh
Aceh
semula menjadi daerah taklukkan Kerajaan Pedir. Akibat Malaka jatuh ke
tangan Portugis, pedagang yang semula berlabuh di pelabuhan Malaka beralih ke
pelabuhan milik Aceh. Dengan demikian, Aceh segera berkembang dengan cepat dan
akhirnya lepas dari kekuasaan Pedir. Aceh berdiri sebagai kerajaan merdeka.
Sultan pertama yang memerintah dan sekaligus pendiri Kerajaan Aceh adalah
Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528 M).
B.
Aspek Kehidupan Politik dan
Pemerintahan
Aceh
cepat tumbuh menjadi kerajaan besar karena didukung oleh faktor sebagai
berikut:
1) Letak Ibu kota Aceh yang sangat strategis.
2) Pelabuhan Aceh ( Olele ) memiliki
persyaratan yang baik sebagai pelabuhan dagang.
3) Daerah Aceh kaya dengan tanaman lada
sebagai mata dagangan ekspor yang penting.
4) Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis
menyebabkan pedagang Islam banyak yang singgah ke Aceh.
Sultan
Ali Mughayat Syah merupakan Raja pertama di Aceh sekaligus beliau merupakan
pendiri Kerajaan Aceh. Setelah beliau mangkat, raja selanjutnya adalah Sultan
Ibrahim. Dalam pemerintahannya beliau berhasil menaklukkan Pedir. Raja
berikutnya adalah Iskandar Muda. Pada masa pemerintahan beliau, Aceh mencapai
puncak kejayaan dan menjadi sumber komoditas lada dan emas. Beliau mangkat pada
tahun 1636 M dan digantikan oleh menantunya Iskandar Thani yang tidak memiliki
kecakapan. Dalam pemerintahannya, Kerajaan Aceh terus-menerus mengalami
kemunduran.
C.
Aspek Kehidupan Kebudayaan
Letak
Aceh yang strategis menyebabkan perdagangannya maju pesat. Dengan demikian,
kebudayaan masyarakatnya juga makin bertambah maju karena sering berhubungan
dengan bangsa lain. Contohnya, yaitu tersusunnya hukum adat yang dilandasi
ajaran Islam yang disebut Hukum Adat Makuta Alam.
Dengan
hukum adat Makuta Alam itulah, sehingga tata kehidupan dan segala aktivitas
masyarakat Aceh didasarkan pada aturan Islam. Dengan demikian, keadaan Aceh
seolah-olah identik dengan Mekah, Arab Saudi. Atas dasar itulah, Aceh mendapat
julukan Serambi Mekah.
D.
Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Bidang
perdagangan yang maju menjadikan Aceh makin makmur. Setelah Sultan Ibrahim
dapat menaklukkan Pedir yang kaya akan lada putih, Aceh makin bertambah makmur
dan menjadi sumber komoditas lada dan emas. Dengan kekayaan melimpah, Aceh
mampu membangun angkatan bersenjata yang kuat.
E.
Kemunduran Kerajaan Aceh
Kemunduran
Kerajaan Aceh ketika itu disebabkan oleh hal-hal sebagai-berikut:
1. Kekalahan perang antara Aceh melawan
Portugis di Malaka pada tahun 1629 M.
2. Tokoh pengganti Iskandar Muda tidak
secakap pendahulunya.
3. Permusuhan yang hebat di antara kaum
ulama yang menganut ajaran berbeda.
4. Daerah-daerah yang jauh dari
pemerintahan pusat melepaskan diri dengan Aceh.
5. Pertahanan Aceh lemah sehingga
bangsa-bangsa Eropa lainnya berhasil mendesak dan menggeser daerah-daerah
perdagangan Aceh. Akibatnya perekonomian semakin melemah.
BAB III
KERAJAAN
DEMAK
A.
Awal
Perkembangan Kerajaan Demak
Kerajaan
Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Demak sebelumnya
merupakan daerah vasal atau bawahan dari Majapahit. Daerah ini diberikan kepada
Raden Patah, keturunan Raja Majapahit yang terakhir.
Ketika
kekuasaan kerajaan Majapahit melemah, Raden Patah memisahkan diri sebagai
bawahan Majapahit pada tahun 1478 M. Dengan dukungan dari para bupati, Raden
Patah mendirikan kerajaan Islam Demak dengan gelar Senopati Jimbung
Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Sejak saat itu,
kerajaan Demak berkembang menjadi kerajaan maritim yang kuat. Wilayahnya cukup
luas, hampir meliputi sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Sementara itu, daerah
pengaruhnya sampai ke luar Jawa, seperti ke Palembang, Jambi, Banjar, dan
Maluku.
B.
Aspek Kehidupan Politik dan
Pemerintahan
Pada
tahun 1507 M, Raja Demak pertama, Raden Patah mangkat dan digantikan oleh
putranya Pati Unus. Pada masa pemerintahan Pati Unus, Demak dan Portugis
bermusuhan, sehingga sepanjang pemerintahannya, Pati Unus hanya memperkuat
pertahanan lautnya, dengan maksud agar Portugis tidak masuk ke Jawa. Setelah
mangkat pada tahun 1521, Pati unus digantikan oleh adiknya Trenggana.
Setelah naik takhta, Sultan Trenggana melakukan usaha besar membendung masuknya
portugis ke Jawa Barat dan memperluas kekuasaan Kerajaan Demak.
Beliau
mengutus Faletehan beserta pasukannya untuk menduduki Jawa Barat. Dengan
semangat juang yang tinggi, Faletehan berhasil menguasai Banten dan Sunda
Kelapa lalu menyusul Cirebon. Dengan demikian, seluruh pantai utara Jawa
akhirnya tunduk kepada pemerintahan Demak. Faletehan kemudian diangkat menjadi
raja di Cirebon. Pasukan demak terus bergerak ke daerah pedalaman dan berhasil
menundukkan Pajang dan Mataram, serta Madura. Untuk memperkuat kedudukannya,
Sultan Trenggana melakukan perkawinan politik dengan Bupati Madura,
yakni mengawinkan Putri Sultan Trenggana dengan Putra Bupati Madura, Jaka
Tingkir. Sultan Trenggana mangkat pada tahun 1546 M.
Mangkatnya
Beliau menimbulkan kekacauan politik yang hebat di Demak. Negara bagian banyak
yang melepaskan diri, dan para ahli waris Demak juga saling berebut tahta
sehingga timbul perang saudara dan muncullah kekuasaan baru, yakni Kerajaan
Pajang.
C.
Aspek Kehidupan Sosial dan Budaya
Kehidupan
sosial masyarakat Kerajaan Demak telah berjalan teratur. Pemerintahan diatur
dengan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Hasil
kebudayaan Demak merupakan kebudayaan yang berkaitan dengan Islam. Seperti
ukir-ukiran Islam dan berdirinya Masjid Agung Demak yang masih berdiri sampai
sekarang. Masjid Agung tersebut merupakan lambang kebesaran Demak sebagai
kerajaan Islam.
D.
Aspek Kehidupan Ekonomi
Dalam
bidang ekonomi, Demak berperan penting karena mempunyai daerah pertanian yang
cukup luas dan sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras. Selain itu,
perdagangannya juga maju. Komoditas yang diekspor, antara lain beras, madu, dan
lilin.
E.
Keruntuhan Kerajaan Demak
Keruntuhan
Kerajaan Demak disebabkan karena pembalasan dendam yang dilakukan oleh Ratu
Kalinyamat yang bekerja sama dengan Bupati Pajang Hadiwijaya (Jaka Tingkir).
Mereka berdua ingin menyingkirkan Aria Penansang sebagai pemimpin Kerajaan
Demak karena Aria Penansang telah membunuh suami dan adik suami dari Ratu
Kalinyamat. Dengan tipu daya yang tepat mereka berhasil meruntuhkan
pemerintahan dari Bupati Jipang yang tidak lain adalah Aria Penansang. Aria
Penansang sendiri berhasil dibunuh Sutawijaya. Sejak saat itu pemerintahan
Demak pindah ke Pajang dan tamatlah riwayat Kerajaan Demak.
BAB IV
KERAJAAN
BANTEN
A.
Awal
Perkembangan Kerajaan Banten
Semula
Banten menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Rajanya (Samiam)
mengadakan hubungan dengan Portugis di Malaka untuk membendung meluasnya
kekuasaan Demak. Namun melalui, Faletehan, Demak berhasil menduduki Banten,
Sunda Kelapa, dan Cirebon. Sejak saat itu, Banten segera tumbuh menjadi
pelabuhan penting menyusul kurangnya pedagang yang berlabuh di Pelabuhan Malaka
yang saat itu dikuasai oleh Portugis.
Pada tahun 1552 M, Faletehan menyerahkan
pemerintahan Banten kepada putranya, Hasanuddin. Di bawah pemerintahan
Sultan Hasanuddin (1552-1570 M), Banten cepat berkembang menjadi besar.
Wilayahnya meluas sampai ke Lampung, Bengkulu, dan Palembang.
B.
Aspek Kehidupan Politik dan
Pemerintahan
Raja
Banten pertama, Sultan Hasanuddin mangkat pada tahun 1570 M dan digantikan oleh
putranya, Maulana Yusuf. Sultan Maulana Yusuf memperluas daerah
kekuasaannya ke pedalaman. Pada tahun 1579 M kekuasaan Kerajaan Pajajaran dapat
ditaklukkan, ibu kotanya direbut, dan rajanya tewas dalam pertempuran. Sejak
saat itu, tamatlah kerajaan Hindu di Jawa Barat.
Pada
masa pemerintahan Maulana Yusuf, Banten mengalami puncak kejayaan. Keadaan
Banten aman dan tenteram karena kehidupan masyarakatnya diperhatikan, seperti
dengan dilaksanakannya pembangunan kota. Bidang pertanian juga diperhatikan
dengan membuat saluran irigasi.
Sultan
Maulana Yusuf mangkat pada tahun 1580 M. Setelah mangkat, terjadilah perang
saudara untuk memperebutkan tahta di Banten. Setelah peristiwa itu, putra
Sultan Maulana Yusuf, Maulana Muhammad yang baru berusia sembilan tahun
diangkat menjadi Raja dengan perwalian Mangkubumi.
Masa
pemerintahan Maulana Muhammad berlangsung tahun 1508-1605 M. Kemudian
digantikan oleh Abdulmufakir yang masih kanak-kanak didampingi oleh Pangeran
Ranamenggala. Setelah pangeran Rana Menggala wafat, Banten mengalami
kemunduran.
C.
Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Banten
tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai karena menghasilkan
lada dan pala yang banyak. Pedangang Cina, India, gujarat, Persia, dan Arab
banyak yang datang berlabuh di Banten. Kehidupan sosial masyarakat Banten
dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan Islam. Pengaruh tersebut tidak terbatas
di lingkungan daerah perdagangan, tetapi meluas hingga ke pedalaman.
D.
Kemunduran Kerajaan Banten
Penyebab
kemunduran Kerajaan Banten berawal saat mangkatnya Raja Besar Banten Maulana
Yusuf. Setelah mangkatnya Raja Besar terjadilah perang saudara di Banten antara
saudara Maulana Yusuf dengan pembesar Kerajaan Banten. Sejak saat itu Banten
mulai hancur karena terjadi peang saudara, apalagi sudah tidak ada lagi raja
yang cakap seperti Maulana Yusuf.
BAB V
KERAJAAN
MATARAM ISLAM
A.
Awal Perkembangan Kerajaan Mataram
Islam
Pada
waktu Sultan Hadiwijaya berkuasa di Pajang, Ki Ageng Pemanahan dilantik
menjadi Bupati di Mataram sebagai imbalan atas keberhasilannya membantu
menumpas Aria Penangsang. Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan diambil anak
angkat oleh Sultan Hadiwijaya. Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575
M, Sutawijaya diangkat menjadi bupati di Mataram. Setelah menjadi bupati,
Sutawijaya ternyata tidak puas dan ingin menjadi raja yang menguasai seluruh
Jawa, sehingga terjadilah peperangan sengit pada tahun 1528 M yang menyebabkan
Sultan Hadiwijaya mangkat. Setelah itu terjadi perebutan kekuasaan di antara
para Bangsawan Pajang dengan pasukan Pangeran Pangiri yang membuat Pangeran
Pangiri beserta pengikutnya diusir dari Pajang, Mataram. Setelah suasana aman, Pangeran
Benawa (putra Hadiwijaya) menyerahkan takhtanya kepada Sutawijaya yang
kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke kotagede pada tahun 1568 M. Sejak
saat itu berdirilah Kerajaan Mataram.
B.
Aspek Kehidupan Politik dan
Pemerintahan
Dalam
menjalankan pemerintahannya, Sutawijaya, Raja Mataram banyak menghadapi
rintangan. Para bupati di pantai utara Jawa seperti Demak, Jepara, dan Kudus
yang dulunya tunduk pada Pajang memberontak ingin lepas dan menjadi kerajaan
merdeka. Akan tetapi, Sutawijaya berusaha menundukkan bupati-bupati yang
menentangnya dan Kerajaan Mataram berhasil meletakkan landasan kekuasaannya
mulai dari Galuh (Jabar) sampai pasuruan (Jatim).
Setelah
Sutawijaya mangkat, tahta kerajaan diserahkan oleh putranya, Mas Jolang,
lalu cucunya Mas Rangsang atau Sultan Agung. Pada masa
pemerintahan Sultan Agung, muncul kembali para bupati yang memberontak, seperti
Bupati Pati, Lasem, Tuban, Surabaya, Madura, Blora, Madiun, dan Bojonegoro.
Untuk
menundukkan pemberontak itu, Sultan Agung mempersiapkan sejumlah besar pasukan,
persenjataan, dan armada laut serta penggemblengan fisik dan mental. Usaha
Sultan Agung akhirnya berhasil pada tahun 1625 M. Kerajaan Mataram berhasil
menguasai seluruh Jawa, kecuali Banten, Batavia, Cirebon, dan Blambangan. Untuk
menguasai seluruh Jawa, Sultan Agung mencoba merebut Batavia dari tangan
Belanda. Namun usaha Sultan mengalami kegagalan.
C.
Aspek Kehidupan Sosial
Kehidupan
masyarakat di kerajaan Mataram, tertata dengan baik berdasarkan hukum Islam
tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Dalam pemerintahan Kerajaan
Mataram Islam, Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti
oleh sejumlah pejabat kerajaan. Di bidang keagamaan terdapat penghulu, khotib,
naid, dan surantana yang bertugas memimpin upacara-upacara keagamaan. Di bidang
pengadilan, dalam istana terdapat jabatan jaksa yang bertugas menjalankan
pengadilan istana.
Untuk
menciptakan ketertiban di seluruh kerajaan, diciptakan peraturan yang dinamakan
anger-anger yang harus dipatuhi oleh seluruh penduduk.
D.
Aspek Kehidupan Ekonomi dan
Kebudayaan
Kerajaan
Mataram adalah kelanjutan dari Kerajaan Demak dan Pajang. Kerajaan ini
menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor agraris. Hal ini karena
letaknya yang berada di pedalaman. Akan tetapi, Mataram juga memiliki daerah
kekuasan di daerah pesisir utara Jawa yang mayoritas sebagai pelaut. Daerah
pesisir inilah yang berperan penting bagi arus perdagangan Kerajaan Mataram.
Kebudayaan
yang berkembang pesat pada masa Kerajaan Mataram berupa seni tari, pahat,
suara, dan sastra. Bentuk kebudayaan yang berkembang adalah Upacara Kejawen
yang merupakan akulturasi antara kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam.
Di
samping itu, perkembangan di bidang kesusastraan memunculkan karya sastra yang
cukup terkenal, yaitu Kitab Sastra Gending yang merupakan perpaduan dari hukum
Islam dengan adat istiadat Jawa yang disebut Hukum Surya Alam.
E.
Kemunduran Mataram Islam
Kemunduran
Mataram Islam berawal saat kekalahan Sultan Agung merebut Batavia dan menguasai
seluruh Jawa dari Belanda. Setelah kekalahan itu, kehidupan ekonomi rakyat
tidak terurus karena sebagian rakyat dikerahkan untuk berperang.
BAB VI
KERAJAAN
MAKASSAR
A.
Awal
Perkembangan Kerajaan Makassar
Di Sulawesi
Selatan pada awal abad ke-16 terdapat banyak kerajaan, tetapi yang terkenal
adalah Gowa, Tallo, bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Berkat dakwah
dari Datuk ri Bandang dan Sulaeman dari Minangkabau, akhirnya
Raja Gowa dan Tallo masuk Islam (1605) dan rakyat pun segera mengikutinya.
Kerajaan
Gowa dan Tallo akhirnya dapat menguasai kerajaan lainnya. Dua kerajaan itu
lazim disebut Kerajaan Makassar. Dari Makasar, agama Islam
menyebar ke berbagai daerah sampai ke Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan
Nusa Tenggara Timur. Makassar merupakan salah satu kerajaan Islam yang ramai
akan pelabuhannya. Hal ini, karena letaknya di tengah-tengah antara Maluku,
Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan Malaka.
B.
Aspek Kehidupan Politik dan
Pemerintahan
Kerajaan
Makassar mula-mula diperintah oleh Sultan Alauddin (1591-1639 M). Raja berikutnya adalah
Muhammad Said (1639-1653 M) dan dilanjutan oleh putranya, Hasanuddin
(1654-1660 M). Sultan Hasanuddin berhasil memperluas daerah kekuasaannya dengan
menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi Selatan, termasuk Kerajaan
Bone.
VOC
setelah mengetahui Pelabuhan Makassar, yaitu Sombaopu cukup ramai dan banyak
menghasilkan beras, mulai mengirimkan utusan untuk membuka hubungan dagang.
Setelah sering datang ke Makassar, VOC mulai membujuk Sultan Hasanuddin untuk
bersama-sama menyerbu Banda (pusat rempah-rempah). Namun, bujukan VOC itu
ditolak.
Setelah
peristiwa itu, antara Makassar dan VOC mulai terjadi konflik. Terlebih lagi
setelah insiden penipuan tahun 1616. Pada saat itu para pembesar Makassar
diundang untuk suatu perjamuan di atas kapal VOC, tetapi nyatanya malahan
dilucuti dan terjadilah perkelahian yang menimbulkan banyak korban di pihak
Makassar. Keadaan meruncing sehingga pecah perang terbuka. Dalam peperangan
tersebut, VOC sering mengalami kesulitan dalam menundukkan Makassar. Oleh
karena itu, VOC memperalat Aru Palakka (Raja Bone) yang ingin lepas dari
kerajaan Makassar dan menjadi kerajaan merdeka.
C.
Aspek Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan
Kebudayaan
Kerajaan
Makassar berkembang menjadi kerajaan maritim. Hasil perekonomian
terutama diperoleh dari hasil pelayaran dan perdagangan. Pelabuhan Sombaupu
( Makassar ) banyak didatangi kapal-kapal dagang sehingga menjadi pelabuhan
transit yang sangat ramai. Dengan demikian, masyarakatnya hidup aman dan
makmur.
Dalam
menjalankan pemerintahannya, Raja dibantu oleh Bate Salapanga (Majelis
Sembilan) yang diawasi oleh seorang paccalaya (hakim). Sesudah sultan,
jabatan tertinggi dibawahnya adalah pabbicarabutta (mangkubumi) yang
dibantu oleh tumailang matoa dan malolo. Panglima tertinggi
disebut anrong guru lompona tumakjannangan. Bendahara kerajaan disebut opu
bali raten yang juga bertugas mengurus perdagangan dan hubungan luar
negeri. Pejabat bidang keagamaan dijabat oleh kadhi yang dibantu imam,
khatib, dan bilal.
Hasil
kebudayaan yang cukup menonjol dari Kerajaan Makassar adalah keahlian
masyarakatnya membuat perahu layar yang disebut pinisi dan lambo.
D.
Kemunduran Kerajaan Makassar
Kemunduran
Kerajaan Makassar disebabkan karena permusuhannya dengan VOC yang berlangsung
sangat lama. Ditambah dengan taktik VOC yang memperalat Aru Palakka ( Raja
Bone) untuk mengalahkan Makassar. Kebetulan saat itu Kerajaan Makassar sedang
bermusuhan dengan Kerajaan Bone sehingga Raja Bone setuju bekerja sama dengan
VOC.
BAB VII
KERAJAAN TERNATE
A. Awal Perkembangan Kerajaan Ternate
Pada abad
ke-13 di Maluku sudah berdiri Kerajaan Ternate. Ibu kota Kerajaan Ternate
terletak di Sampalu (Pulau Ternate). Selain Kerajaan Ternate, di Maluku
juga telah berdiri kerajaan lain, seperti Jaelolo, Tidore, Bacan,
dan Obi. Di antara kerajaan di Maluku, Kerajaan Ternate yang paling
maju. Kerajaan Ternate banyak dikunjungi oleh pedagang, baik dari Nusantara
maupun pedagang asing.
B.
Aspek Kehidupan Politik dan
Pemerintahan
Raja
Ternate yang pertama adalah Sultan Marhum (1465-1495 M). Raja berikutnya
adalah putranya, Zainal Abidin. Pada masa pemerintahannya, Zainal Abidin
giat menyebarkan agama Islam ke pulau-pulau di sekitarnya, bahkan sampai ke
Filiphina Selatan. Zainal Abidin memerintah hingga tahun 1500 M. Setelah
mangkat, pemerintahan di Ternate berturut-turut dipegang oleh Sultan
Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan Baabullah. Pada masa
pemerintahan Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate mengalami puncak kejayaannya.
Wilayah kerajaan Ternate meliputi Mindanao, seluruh kepulauan di Maluku, Papua,
dan Timor. Bersamaan dengan itu, agama Islam juga tersebar sangat
luas.
C.
Aspek
Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan
Perdagangan
dan pelayaran mengalami perkembangan yang pesat sehingga pada abad ke-15 telah
menjadi kerajaan penting di Maluku. Para pedagang asing datang ke Ternate
menjual barang perhiasan, pakaian, dan beras untuk ditukarkan dengan
rempah-rempah. Ramainya perdagangan memberikan keuntungan besar bagi
perkembangan Kerajaan Ternate sehingga dapat membangun laut yang cukup kuat.
Sebagai
kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Ternate dalam kehidupan sehari-harinya
banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Hairun
dari Ternate dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian
dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an. Hasil kebudayaan yang
cukup menonjol dari kerajaan Ternate adalah keahlian masyarakatnya membuat
kapal, seperti kapal kora-kora.
D.
Kemunduran Kerajaan Ternate
Kemunduran
Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Tidore yang
dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol ) yang bertujuan untuk
memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Ternate dan
Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka
kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan
Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk
Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil
menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan
terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
BAB VIII
KERAJAAN TIDORE
A.
Awal Perkembangan Kerajaan Tidore
Kerajaan
tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate
dan Tidore, Raja Ternate pertama adalah Muhammad Naqal yang naik tahta
pada tahun 1081 M. Baru pada tahun 1471 M, agama Islam masuk di kerajaan Tidore
yang dibawa oleh Ciriliyah, Raja Tidore yang kesembilan. Ciriliyah atau
Sultan Jamaluddin bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.
B.
Aspek Kehidupan Politik dan
Kebudayaan
Raja Tidore
mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805
M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan
Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan
Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang
biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu,
Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun
Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore
cukup luas, meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan
Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia juga giat
menentang Belanda yang berniat menjajah kembali.
C.
Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Sebagai
kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehari-harinya
banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Nuku
dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan
mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an.
Kerajaan
Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku. Sebagai
penghasil rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa
Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain
Portugis, Spanyol, dan Belanda.
D.
Kemunduran Kerajaan Tidore
Kemunduran
Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Ternate yang
dilakukan oleh bangsa asing ( Spanyol dan Portugis ) yang bertujuan untuk
memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan
Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol,
mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar
Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang
dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil
menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan
terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
BAB IX PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari pembahasan
diatas dapat kami simpulkan sebagai berikut:
a. Perkembangan Islam di Indonesia
adalah berkat peran para pedagang dari Jazirah Arabia melalui jalan
perdagangan, dakwah dan perkawinan.
b. Para ulama awal yang menyebarkan
Islam di Indonesia di antaranya yaitu; Hamzah Fansuri, Syaikh Muhammad Yusuf
Al-Makasari, Syaikh Abdussamad Al-Palimbani, Syaikh Muhammad bin Umar n-Nawawi
Al-Bantani dan wali songo (Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri,
Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Gunung Jati, Sunan Drajat, Sunan Kudus dan
Sunan Muria).
2. Kritik
dan Saran
Demikian
pembahasan dari makalah kami. Kami berharap semoga pembahasan dalam makalah ini
dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca. Dan kami pun berharap pula kritik
dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan dalam tugas kami selanjutnya. Sekian dan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Mustafa,
Shodiq. 2007. Wawasan Sejarah 2 Indonesia dan Dunia. Kelas XI SMA
dan MA. Solo:
Tiga Serangkai.
Kurnia, Anwar. 2003. Kronik Sejarah.
Kelas 1 SMP. Jakarta: Yudhistira.